BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Pelaksanaan Job
Training merupakan sebagai kegiatan akademis dalam mengaplikasikan
pengetahuan teori ilmu komunikasi hubungan masyarakat, yang telah termuat dalam
berbagai mata kuliah yang terkait dengan kemampuan praktis dan teknis sesuai
dengan sub program studi Ilmu Komunikasi Hubungan Masyarakat, dan
diimplementasikan di setiap kegiatan praktek lapangan sehingga mempermudah
mahasiswa ketika di tempatkan dalam dunia pekerjaan yang sebenarnya.
Teori yang telah didapatkan dalam setiap pertemuan
baik secara tatap muka maupun praktek simulasi di dalam kelas atau di lapangan
merupakan teori tentang ilmu komunikasi, pengantar hubungan masyarakat, Public Relations Writing, hubungan
internal dan eksternal, serta teori-teori yang mencakup tentang program bidang
study Hubungan Masyarakat. Teori tersebut merupakan bekal awal atau referensi
mahasiswa dalam melaksanakan Job Training.
Dalam pelaksanaan kegiatan Job Training, mahasiswa diharuskan ikut andil secara penuh dalam
melaksanakan semua aktivitas selama kegiatan dimana ia ditempatkan. Sehingga akan
menghasilkan kesinambungan antara praktek serta aplikasi teori yang telah
didapatkan selama dibangku perkuliahan.
Tugas humas dalam sebuah perusahaan adalah sebagai
penanggungjawab dalam penyelenggaraan proses komunikasi. Dimana proses
komunikasi yang dilakukan oleh humas ini berhubungan langsung dengan public
internal dan eksternal perusahaan, sehingga berdampak langsung dengan
pembentukan citra perusahaan (Coorporate
Image) yang positif, hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan publiknya
serta pembentukan opini-opini public.
Perusahaan Umum Perhutani unit III Jawa Barat dan
Banten membentuk lembaga Humas yang bersasaran pada tercapainya citra baik
perusahaan, sehingga pada perkembangan selanjutnya sesuai dengan keputusan
Menteri Kehutanan no. 141/Kpts-II/1996 tentang pola Humas Departemen Kehutanan
dinyatakan pada pasal 4 ayat (1) bahwa kegiatan Humas pada dasarnya merupakan
fungsi pimpinan, atau dengan kata lain “setiap pemimpin adalah pejabat humas”.
Kegiatan Humas di Perum Perhutani adalah kegiatan
penciptaan pemahaman melalui pengetahuan dan penyampaian informasi mengenai
program dan hasil kegiatan perusahaan kepada masyarakat serta menilai pendapat
masyarakat sebagai umpan balik bagi perumusan dan penyempurnaan kebijakan
perusahaan. Selain itu juga kegiatan Humas di Perum Perhutani adalah menjaga
hubungan baik dengan media massa sebagai media informasi kepada public baik
melalui media cetak atau elektronik.
Pemaparan kinerja Humas Perum Perhutani di atas
merupakan suatu kepaduan antara sebuah teori tentang kehumasan dalam suatu
lembaga serta praktek dan aplikasi teori tersebut dilapangan. Dalam prakteknya
tentu tidak semudah dengan penyampaian teori dalam kelas saat perkuliahan atau
pun saat seminar dan diskusi-diskusi yang sering dilakukan oleh para mahasiswa.
Akan tetapi untuk lebih memahami teori tentang kehumasan maka perlu dibuktikan
dengan langsung terjun ke lapangan.
Maka dari itu penulis mencoba memberanikan diri untuk
membuktikan serta mengaplikasikan teori kehumasan dalam kegiatan Job Training di Divisi Humas Perum
Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Sebagai evaluasi penulis memahami
tentang kegiatan kehumasan, maka penulis membuat laporan kegiatan Job Training selama satu bulan di Divisi
Humas Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten.
Dalam penulisan laporan Job Training ini penulis memaparkan segala kegiatannya ketika
magang atau bekerja sebagai petugas Humas di Perum Perhutani Unit III Jawa
Barat dan Banten.
1.2.
Tujuan
Tujuan pelaksanaan Job Training dan pembuatan laporan Job Training ini adalah
1.
Sebagai aplikasi teori yang telah didapatkan
oleh mahasiswa.
2.
Evaluasi kegiatan dalam bentuk laporan
secara tertulis.
3.
Memahami tentang kagiatan kehumasan di
sebuah lembaga atau perusahaan.
4.
Mempersiapkan mahasiswa dalam dunia
kerja yang sesungguhnya.
1.3.
Tempat
dan Waktu
Tempat
pelaksanaan Job Training adalah di
Divisi Humas Perusahaan Umum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, Jl.
Soekarno Hatta No. 628, 40235dan Divisi Humas Kelompok Pemangku Hutan Bandung
Selatan Jl.
Cirebon No 4
Bandung Telp 022 7208310 Fax 022 7231239
Bandung Telp 022 7208310 Fax 022 7231239
Waktu
pelaksanaan Job Training dimulai pada
tanggal 4 Juli 2011 sampai dengan 29
Juli 2011
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan tentang tinjauan pustaka yang
menjadi landasan-lanadasan teoritis dalam pelaksanaan kegiatan Job Training. Yakni teori komunikasi
secara umum serta teori mengenai profesi kehumasan.
2.1.
Tinjauan
Tentang Komunikasi
2.1.1.
Definisi
Komunikasi
Kata “komunikasi”
berasal dari bahasa Latin, “comunis”,
yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang
atau lebih. Akar katanya “communis”
adalah “communico” yang artinya
berbagi (Stuart,1983, dalam Vardiansyah, 2004 : 3).
Pawito
dan C Sardjono (1994 : 12) mencoba mendefinisikan komunikasi sebagai suatu
proses dengan mana suatu pesan dipindahkan atau dioperkan (lewat suatu saluran)
dari suatu sumber kepada penerima dengan maksud mengubah perilaku, perubahan
dalam pengetahuan, sikap dan atau perilaku overt
lainnya. Sekurang-kurangnya didapati empat unsur utama dalam model komunikasi
yaitu sumber (the source), pesan (the message), saluran (the channel) dan penerima (the receiver).
Komunikasi adalah proses dimana seseorang individu
atau komunikator menyampaikan stimulan biasanya dengan lambang-lambang bahasa
(verbal maupun non verbal) untuk mengubah tingkah laku orang lain. Menurut Carl I. Hovland
Komunikasi adalah proses sosial, dalam arti
pelemparan pesan/lambang yang mana mau tidak mau akan menumbuhkan pengaruh pada
semua proses dan berakibat pada bentuk perilaku manusia dan adat kebiasaan.
William Albig
Komunikasi adalah proses penyamipan pesan antara
komunikator dengan komunikan melalui media tertentu untuk menghasilkan efek atau
timbal balik diantara peserta komunikasi.
Dari uraian definisi diatas maka dapat disimpulkan
bahwa Ilmu komunikasi adalah sebuah disiplin ilmu yang membahas tentang
bagaimana proses penyampaian pesan yang dilakukan dalam berinteraksi antar
manusia. Dimana proses penyampaian pesan ini dilakukan dengan menggunakan media
agar mendapatkan timbal balik yang sesuai dengan keinginan para peserta
komunikasi, sehingga dapat merubah perilaku manusia dan adat kebiasaan.
2.1.2.
Model
Komunikasi
a.
Kumunikasi Sebagai Aksi: Model
Linier
Model Linier ini merupakan
deskripsi dari Claude Shannon (seorang ilmuwan Bell Laboratories dan profesor
di Massachusetts Institute of Technology) dan Warren Weaver (seorang konsultan
pada sebuah proyek di Sloan Foundation). Mereka berdua pandangan satu arah
mengenai komunikasi yang berasumsi bahwa pesan dikirimkan oleh suatu sumber
melalui penerima melalui saluran. Sumber dari tersebut bisa berupa asal ataupun
pengirim pesan. Sedangkan pesan yang dikirim dapat berupa kata-kata,
suara, tindakan, atau gerak-gerik dalam sebuah interaksi. Komunikasi model
linier ini juga melibatkan gangguan (noise) yang merupakan hal yang tidak
dimaksudkan oleh sumber informasi. Ada 4 jenis gangguan pada model komunikasi
liner ini, yaitu: gangguan semantik, gangguan fisik (eksternal), gangguan
psikologis, dan gangguan fisiologis.
Gambar 2.1.
Model Komunikasi Linier
b.
Komunikasi Sebagai Interaksi: Model Interaksional
Model
komunikasi interaksional ini dikemukakan oleh Wilbur Schramm. Bila dalam model
komunikasi linier, seseorang hanyalah berperan sebagai pengirim atau penerima,
maka pada model komunikasi interaksional ini juga mengamati hubungan antara
seorang pengirim dan penerima. Model komunikasi ini menekankan proses
komunikasi dua arah diantara para komunikator. Dengan kata lain, komunikasi
berlangsung dua arah: dari pengirim kepada penerima dan dari penerima kepada
pengirim. Proses melingkar ini menunjukkan bahwa komunikasi selalu berlangsung.
Pandangan interaksional mengilustrasikan bahwa seseorang dapat menjadi baik
pengirim maupun penerima dalam sebuah interaksi, tetapi tidak dapat menjadi
keduanya sekaligus.
Gambar
2.2
Model
Interaksional
2.1.3.
Fungsi Komunikasi
Menurut William I. Gorden
komunikasi memiliki 4 fungsi yakni fungsi komunikasi sebagai komunikasi sosial,
sebagai komunikasi ekspresif, sebagai komunikasi ritual, dan komunikasi
instrumental. Menurutnya, fungsi komunikasi tampaknya tidak sama sekali
independen, melainkan juga berkaitan dengan fungsi-fungsi lainnya, meskipun
terdapat suatu fungsi yang dominan.
a.
Komunikasi Sosial
Fungsi
komunikasi sebagai komunikasi sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi
penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan
hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan,
antara lain lewat komunikasi yang menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang
lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat lainnya
(keluarga, kelompok belajar, kelompok tempat tinggal, dan negara secara
keseluruhan) untuk mencapai tujuan bersama.
b.
Komunikasi Ekspresif
Erat
kaitannya dengan komunikasi sosial adalah komunikasi ekspresif. Fungsi
komunikasi ekspresif adalah untuk menyatakan ekspresi dari seseorang ketika ia
melakukan proses komunikasi. Komunikasi ekspresif tidak otomatis bertujuan
mempengaruhi orang lain, namun dapat dilakukan sejauh komunikasi tersebut
menjadi instrumen untuk menyatakan perasaan (emosi) kita. Perasaan tersebut
dikomunikasikan terutama melalui pesan-pesan nonverbal.
c.
Komunikasi Ritual
Erat
kaitannya dengan komunikasi ekspresif adalah komunikasi ritual, yang biasanya
dilakukan secara kolektif. Suatu komunitas sering melakukan upacara-upacara
berlainan sepanjang tahun dan sepanjang hidup, yang disebut para antropolog
sebagai rites of passage. Dalam acara-acara itu orang mengucapkan kata-kata
atau menampilkan perilaku-perilaku simbolik. Mereka yang berpartisipasi dalam
bentuk komunikasi ritual tersebut menegaskan kembali komitmen kepada tradisi
keluarga, komunitas, suku, bangsa, negara, ideologi, atau agama.
d.
Komunikasi Instrumen
Komunikasi
instrumental mempunyai beberapa tujuan umum : menginformasikan, mengajar,
mendorong, mengubah sikap dan keyakinan, dan mengubah perilaku atau menggerakan
tindakan, dan juga menghibur. Bila diringkas, maka kesemua tujuan tersebut
dapat disebut membujuk (bersifat persuasif). Sebagai instrumen, komunikasi
tidak saja kita gunakan untuk menciptakan atau membangun hubungan, namun juga
untuk menghancurkan hubungan tersebut.
2.2.
Tinjauan
Tentang Humas
2.1.1.
Definisi Humas
Pada dasarnya, humas
(hubungan masyarakat) merupakan bidang atau fungsi tertentu yang diperlukan
oleh setiap organisasi, baik itu organisasi yang bersifat komersial
(perusahaan) maupun organisasi yang nonkomersial. Mulai dari yayasan, perguruan
tinggi, dinas militer, sampai dengan lembaga-lembaga pemerintah, bahkan
pesantren pun memerlukan humas. Kebutuhan akan kehadirannya tidak bisa dicegah,
terlepas dari kata menyukai atau tidak, karena humas merupakan salah satu
elemen yang menentukan kelangsungan suatu organisasi secara positif. Arti
penting humas sebagai sumber informasi terpecaya kian terasa pada era
globalisasi dan banjir informasi seperti saat ini.
Karena begitu banyaknya
definisi yang berkembang dari banyak tokoh, maka para praktisi public
relations / humas yang berasal dari berbagai negara 23 di dunia, yang
tergabung dalam “The International Public Relations Association” menarik
kesimpulan mengenai definisi tersebut. Dimana definisi terebut diharapkan dapat
diterapkan dan dipraktekkan secara bersama-sama. Defenisinya adalah sebagai
berikut :
“Hubungan Masyarakat
adalah fungsi manajemen dari sikap budi yang berencana dan berkesinambungan,
yang dengan itu organisasi-organisasi dan lembaga-lembaga yang bersifat umum
dan pribadi berupaya membina pengertian, simpati, dan dukungan dari mereka yang
ada kaitannya atau yang mungkin ada hubungannya dengan jalan menilai pendapat
umum diantara mereka, untuk mengorelasikan, sedapat mungkin, kebijaksanaan dan
tata cara mereka, yang dengan informasi yang berencana dan tersebar luas,
mencapai kerjasama yang lebih produktif dan pemenuhan kepentingan bersama yang
lebih efisien”.
Definisi yang dikemukakan
oleh para ahli tersebut dapat dikatakan sebagai definisi yang lengkap, karena
mengandung semua unsur / faktor yang memang sudah seharusnya ada dalam humas.
(Anggoro, 2008:1-2)
2.1.2.
Ciri
Humas
Ciri adalah tanda yang
khas untuk mengenal dan mengetahui. Fungsi atau dalam bahasa Inggris disebut
dengan function, bersumber pada perkataan bahasa latin, function yang
berarti penampilan, pembuatan pelaksanaan, atau kegiatan.
Dalam kaitannya dengan
humas, maka humas dalam suatu organisasi dikatakan berfungsi apabila humas itu
menunjukan kegiatan yang jelas, yang dapat dibedakan dari kegiatan lainnya.
Berfungsi atau tidaknya humas dalam sebuah organisasi dapat diketahui dari ada
tidaknya kegiatan yang menunjukan ciri-cirinya. Ciri-ciri tersebut sebenarnya
secara implicit telah 24
diterangkan dimuka tetapi untuk memperoleh kejelasan mengenai fungsi
humas, ada baiknya kiranya apabila cirri-ciri tersebut secara gamblang
ditegaskan, seperti yang dikemukakan oleh Onong Uchjana Effendy:
1.
Komunikasi
yang dilancarkan berlangsung dua arah secara timbal-balik.
2.
Kegiatan
yang dilakukan terdiri dari penyebaran informasi, penggiatan persuasi, dan
pengkajian pendapat umum.
3.
Tujuan
yang hendak dicapai adalah tujuan organisasi tempat humas menginduk.
4.
Sasaran
yang dituju adalah khalayak didalam organisasi dan khalayak diluar organisasi.
5.
Efek
yang diharapkan adalah terbinanya hubungan yang harmonis antara organisasi dan
khalayak. (Effendy, 2009:132)
2.1.3.
Fungsi
Humas
Humas, sebagai ujung
tombak suatu organisasi / perusahaan memiliki bemacam-macam dan sangat
kompleks. Dimana fungsi tersebut secara umum adalah sama antara humas di suatu
organisasi / perusahaan dengan organisasi / perusahaan lainnya. Hanya saja akan
berbeda dalam pelaksanaannya di lapangan, karena disesuaikan dengan tujuan dari
organisasi tersebut.
Fungsi humas menurut
Scott M. Cutlip dan Allen Center, sebagaimana tercantum dalam bukunya “Effective
Public Relations”, adalah sebagai berikut:
Memudahkan dan menjamin
arus opini yang bersifat mewakili dari public-public suatu organisasi,
sehingga kebijaksanaan beserta operasionalisasi organisasi dapat diperlihara
keserasiannya dengan ragam kebutuhan dan pandangan public- public tersebut.
b) Menasehati management mengenai jalan dan cara menyusun kebijaksanaan
dan operasionalisasi organisasi untuk dapat diterima secara maksimal oleh public.
c) Merencanakan dan melaksanakan program-program yang dapat menimbulkan
penafsiran yang menyenangkan terhadap kebijaksanaan dan operasionalisasi
organisasi. (Cutlip&Center,2009:11).
2.1.4.
Fungsi
Manajemen
Dalam manajemen, manusia
merupakan strategic component atau komponen strategis karena peranannya
sangat penting. Manajemen dewasa ini lebih cenderung mengandung filsafat people
centered, yakni bahwa dalam manajemen, manusia bukan pelaksana atau alat
produksi semata-mata, melainkan faktor penunjang dan pendorong dalam mencapai
tujuan karena pada hakikatnya ia adalah insan yang berkepribadian, berakal,
berperasaan, berkemampuan, dan bercita-cita. Sasaran hubungan masyarakat adalah
sasaran komunikasi manajemen. Dalam usaha
mencapai tujuan manajemen secara efektif, manusia-manusia yang menjadi sasaran
hubungan masyarakat dibagi menjadi dua kelompok besar, disebut khalayak dalam
dan khalayak luar. Khalayak dalam (intern public) adalah khalayak yang
bergiat didalam organisasi yang pada umumnya merupakan karyawan, sedangkan
khalayak luar (external public) adalah mereka yang berada diluar
organisasi, tetapi ada hubungannya dengan organisasi. (Onong Uchjana Effendy,
2009:135)
1.
Hubungan
ke Dalam ( Internal
Public Relations )
Hubungan
kedalam pada umumnya adalah hubungan dengan para karyawan. Yang dimaksud dengan
karyawan disini ialah semua pekerja, baik pekerja halus yang berpakaian bersih
diruang kantor yang serba bersih pula maupun bekerja kasar seperti sopir atau
pesuruh. Dengan senantiasa berkomunikasi dengan mereka akan diketahui sikap,
pendapat, kesulitan, keinginan, perasaan dan harapanya.
Sebagai
wakil organisasi, kepala humas harus menciptakan dan selanjutnya membina
komunikasi dua arah, baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal
disatu pihak ia menyebarkan informasi seluas-luasnya kepada karyawan, dilain
pihak ia menampung segala keluhan, tanggapan, keinginan para karyawan, kemudian
menyampaikannya kepada pimpinan organisasi untuk memecahkan segala
permasalahannya. Ia bertindak sebagai mediator. Dalam melaksanakan kegiatan
komunikasi ke bawah (downward communication), informasi dapat dilakukan
dengan mengadakan rapat, memasang pengumuman, menerbitkan majalah intern,
dan sebagainya.
Dalam
rangka membina komunikasi ke atas (upward communication) untuk
mengetahui opini para karyawan dapat dilakukan dengan mengadakan pertemuan
untuk menampung pendapat, mengadakan rubrik khusus dalam majalah intern,
mengadakan kotak saran untuk menampung saran-saran bagi kepentingan organisasi
dan kepentingan karyawan.
2.
Hubungan
ke Luar ( External Public Relations )
Hubungan
keluar atau bisa disebut external public relations, dilakukan dengan
khalayak diluar organisasi. Khalayak mana yang harus menjadi sasaran pembinaan
hubungan bergantung pada sifat dan ruang lingkup organisasi itu sendiri. Relasi
perusahaan tidak akan sama benar dengan relasi jawatan pemerintah atau instansi
militer. Meskipun demikian, ada beberapa khalayak yang sama-sama menjadi
sasaran kegiatan semua organisasi sehingga harus senantiasa menjalin hubungan
yang tetapi, yakni hubungan dengan masyarakat sekitar (community relations),
hubungan dengan jawatan pemerintah (goverment relations), hubungan
dengan pers (press relations).
Seperti
halnya dengan community relations dan goverment relations, dalam
rangka membina press relations dapat dilakukan kegiatan yang sama
seperti mengadakan anjang sana kepada staf redaksi, mengucapkan selamat jika
sebuah media massa berulang tahun, mengucapkan bela sungkawa jika ada wartawan
yang mendapatkan musibah, mengajak para wartawan mengadakan pertandingan olah
raga, atau sama-sama berdarmawisata sehingga menjadi akrab denga mereka.
2.1.5.
Tujuan
dan Sasaran Humas
Dalam melaksanakan
kegiatannya, humas memiliki tujuan yang sesuai dengan tujuan dari suatu
organisasi / perusahaan. Maka dari itu dikatakan bahwa tujuan sentral humas
yang akan dicapai adalah tujuan organisasi, sebab humas dibentuk atau digiatkan
guna menunjang management yang berupaya mencapai tujuan organisasi. Tujuan
organisasi yang diperjuangkan oleh manajemen dan ditunjang oleh humas itu
bergantung pada sifat organisasi. Tujuan organisasi dalam bentuk perusahaan
berbeda dengan organisasi yang berbentuk universitas, berbeda pula dengan
organisasi yang berbentuk pemerintahan, dan sebagainya. Sehingga kegiatan yang
dilakukan pun akan berbeda satu sama lain, bergantung pada sifat organisasinya
dan apa tujuan dari organisasi tersebut.
Sebagai contoh,
organisasi yang berbentuk perusahaan cenderung memiliki tujuan untuk
mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya dari produk barang / jasa yang
mereka tawarkan. Sehingga tujuan humasnya pun adalah menunjang perusahaan
tersebut dalam mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Antara lain dengan
mengadakan bazaar, ataupun dengan mengadakan sayembara berhadiah. Sifat humas
disini hampir serupa dengan marketing, namun humas memiliki
tanggungjawab lebih kompleks lagi. Antara lain menjaga hubungan baik yang telah
terjalin dengan pelanggan tetap misalnya, dengan distributor, maupun dengan
para karyawan (kegiatan corporate). (Anggoro, 2008:18) 29
2.3.
Tinjauan Tentang Peranan
Peranan
di dalam Kamus Bahasa Indonesia adalah “tindakan yang dilakukan oleh seseorang
dalam suatu peristiwa” (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2002:75).
Menurut Onong Uchajana
Effendy, dalam kamus komunikasi Peranan adalah suatu yang menjadi bagian atau
yang memegang pimpinan secara menonjol dalam suatu peristiwa (Effendy
1986:135).
Peranan
humas dalam suatu organisasi menurut Dozier & Broom (1995:531) dibagi
menjadi 4 kategori, yaitu :
1.
Expert
Prescribert
Ahli
humas yang berpengalaman dan memiliki kemampuan tinggi dapat membantu untuk
mencari solusi dalam menyelesaikan masalah dengan publiknya (public
relationship).
2.
Communication
Fasilitator
Humas
bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen
dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan oleh publiknya dari organisasi
bersangkutan sekaligus harus mampu menjelaskan kembali keinginan, kebijakan dan
harapan organisasi kepada publiknya.
3.
Problem
Solving Process Fasilitator
Dalam
hal proses pemecahan persoalan humas ini, merupakan bagian tim manajemen untuk
membantu pimpinan organisasi baik sebagai penasehat (adviser) hingga
mengambil tindakan eksekusi (keputusan) dalam mengatasi persoalan atau krisis
yang sedang dihadapi secara rasional dan professional. 30
4.
Communication
Technican
Berbeda
dengan ketiga peranan humas professional sebelumnya yang terkait erat dengan
fungsi dan peranan manajemen organisasi sedangkan dalam communication
technican ini sebagai journalist resident yang hanya menyediakan
layanan teknis komunikasi atau dikenal dengan mhetod of communications in
organization. (Dozier & Broom, 1995:531)
2.4.
Tinjauan
Tentang Citra
Keinginan
sebuah organisasi untuk mempunyai citra yang baik pada public sasaran
berawal dari pengertian yang tepat mengenai citra sebagai stimulus adanya
pengelolaan upaya yang perlu dilaksanakan. Ketepatan pengertian citra agar
organisasi dapat menetapkan upaya dalam mewujudkanya pada obyek dan mendorong
prioritas pelaksanaan.
Sutisna
mengemukakan, “Citra adalah total persepsi terhadap suatu obyek yang dibentuk
dengan memproses informasi dari berbagai sumber setiap waktu” (2001:83). Citra
didefinisikan Buchari Alma sebagai, “Kesan yang diperoleh sesuai dengan
pengetahuan dan pengalaman seseorang tentang sesuatu” (2002:317). Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut, citra menunjukan kesan suatu obyek terhadap objek
lain yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai
sumber terpecaya. Terdapat tiga hal penting dalam citra, yaitu : kesan obyek,
proses terbentuknya citra, dan sumber terpercaya. Obyek meliputi individu
maupun perusahaan yang terdiri dari sekelompok orang didalamnya.
Citra dapat terbentuk dengan memproses informasi yang
tidak menutup kemungkinan terjadinya perubahan citra pada objek daro adanya
penerimaan informasi setiap waktu. Besarnya kepercayaan obyek terhadap sumber
informasi memberikan dasar penerimaan atau penolakan informasi. Sumber
informasi dapat berasal dari perusahaan secara langsung dan atau pihak-pihak
lain secara tidak langsung. Citra perusahaan menunjukan kesan obyek terhadap
perusahaan yang terbentuk dengan memproses informasi setiap waktu dari berbagai
sumber terpecaya.
Keberadaan citra perusahaan bersumber dari pengalaman
dan atau upaya komunikasi sehingga penilaian maupun pengembangannya terjadi
pada salah satu atau kedua hal tersebut. Citra perusahaan yang bersumber dari
pengalaman memberikan gambaran telah terjadi keterlibatan antara konsumen
dengan perusahaan. Keterlibatan tersebut, belum terjadi dalam citra perusahaan
yang bersumber dari upaya komunikasi perusahaan.
Upaya perusahaan sebagai sumber informasi terbentuknya
citra perusahaan memerlukan keberadaan secara lengkap. Informasi yang lengkap
dimaksudkan sebagai informasi yang dapat menjawab kebutuhan dan keinginan obyek
sasaran. Rhenald Kasali mengemukakan, “Pemahaman yang berasal dari suatu
informasi yang tidak lengkap menghasilkan citra yang tidak sempurna” (Rhenald,
2003:28). Menurut Shirley Harrison (1995:71) informasi yang lengkap mengenai
citra perusahaan meliputi empat elemen sebagai berikut :
1. Personality
Keseluruhan karakteristik perusahaan yang dipahami
public sasaran seperti perusahaan yang dapat dipercaya, perusahaan yang
mempunyai tanggung jawab sosial.
2. Reputation
Hal yang telah dilakukan perusahaan dan diyakini
public sasaran berdasarkan pengalaman sendiri maupun pihak lain seperti kinerja
keamanan transaksi sebuah bank.
3. Value
Nilai-nilai yang dimiliki suatu perusahaan dengan kata
lain budaya perusahaan seperti sikap manajemen yang peduli terhadap pelanggan,
karyawan yang cepat tanggap terhadap permintaan maupun keluhan pelanggan.
4. Corporate Identity
Komponen-komponen yang mempermudah pengenalan public
sasaran terhadap perusahaan seperti logo, warna, dan slogan.
2.4.1.
Jenis-jenis Citra
Image atau
Citra didefinisikan sebagai a picture of mind, yaitu suatu gambaran yang ada di
dalam benak seseorang. Citra dapat berubah menjadi buruk atau negatif, apabila
kemudian ternyata tidak didukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya.
Praktisi
humas senantiasa dihadapkan pada tantangan dan harus menangani berbagai macam
fakta yang sebenarnya, terlepas dari apakah fakta itu hitam, putih, atau
abu-abu. Perkembangan komunikasi tidak memungkinkan lagi bagi suatu organisasi
untuk menutup-nutupi suatu fakta. Oleh karena itu, para personelnya kini jauh
lebih dituntut untuk mampu menjadikan orang-orang lain memahami sesuatu pesan,
demi menjaga reputasi atau citra lembaga atau perusahaan yang diwakilinya.
Didalam
bukunya Teori dan Profesi Kehumasan, M. Linggar Anggoro mengemukakan
jenis-jenis citra, antara lain:
1. Citra Bayangan (the
mirror image)
Citra ini melekat pada orang dalam atau
anggota-anggota organisasi mengenai anggapan pihak luar tentang organisasinya.
Dalam kalimat lain, citra bayangan adalah citra yang dianut oleh orang dalam
mengenai pandangan luar terhadap organisasinya. Citra ini seringkali tidaklah
tepat, bahkan hanya sekedar ilusi, sebagai akibat dari tidak memadainya
informasi, pengetahuan ataupun pemahaman yang dimiliki oleh kalangan dalam
organisasi itu mengenai pendapat atau pandangan pihak-pihak luar. Citra ini
cenderung positif, bahkan terlalu positif, karena kita biasa membayangkan hal
yang serba hebat mengenai diri sendiri sehingga kita pun percaya bahwa orang
lain juga memiliki pandangan yang tidak kalah hebatnya atas diri kita.
2. Citra yang Berlaku
Kebalikan dari citra bayangan, citra yang berlaku ini
adalah suatu citra atau pandangan yang melekat pada pihak-pihak luar mengenai
suatu organisasi. Namun sama halnya dengan citra bayangan, citra yang berlaku
tidak selamanya, bahkan jarang, sesuai dengan kenyataan karena semata-mata
terbentuk dari pengalaman atau pengetahuan orang-orang luar yang bersangkutan
yang biasanya tidak memadai. Biasanya pula, citra ini cenderung negatif. Citra
ini amat ditentukan oleh banyak-sedikitnya informasi yang dimiliki penganut
atau mereka yang mempercayainya. Dalam dunia yang serba sibuk, sulit diharapkan
mereka akan memiliki informasi yang memadai dan benar mengenai suatu organisasi
dimana mereka tidak menjadi anggotanya.
3. Citra Harapan
Citra harapan adalah suatu citra yang diinginkan oleh
pihak manajemen. Citra ini juga tidak sama dengan citra yang sebenarnya.
Biasanya citra harapan lebih baik atau lebih menyenangkan daripada citra yang
ada, walaupun dalam kondisi tertentu citra yang berlaku baik juga bisa
merepotkan. Namun secara umum, yang disebut sebagai citra harapan itu memang
sesuatu yang berkonotasi lebih baik. Citra harapan itu biasanya dirumuskan dan
diperjuangkan untuk menyambut sesuatu yang relatif baru, yakni ketika khalayak
belum memiliki informasi yang memadai.
4. Citra Perusahaan
Apa yang dimaksud dengan citra perusahaan (ada pula
yang menyebutnya sebagai citra lembaga) adalah citra dari suatu organisasi
secara keseluruhan, jadi bukan citra atas produk dan pelayanannya saja. Citra
perusahaan ini terbentuk oleh banyak hal. Hal-hal positif yang dapat
meningkatkan citra suatu perusahaan antara lain adalah sejarah atau riwayat
hidup perusahaan yang gemilang, keberhasilan-keberhasilan dibidang keuangan yang
pernah diraihnya, sukses ekspor, hubungan industri yang baik, reputasi sebagai
pencipta lapangan kerja dalam jumlah yang besar, kesediaan turut memikul
tanggung jawab sosial, komitmen mengadakan riset, dan sebagainya. Suatu citra
perusahaan yang positif jelas menunjang usaha humas keuangan.
5. Citra Majemuk
Setiap perusahaan atau organisasi pasti memiliki
banyak unit dan pegawai (anggota). Masing-masing unit dan individu tersebut
memiliki perangai dan perilaku tersendiri. Sehingga secara sengaja atau tidak
mereka pasti memunculkan suatu citra yang belum tentu sama dengan citra
organisasi atau perusahaan secara keseluruhan. Jumlah citra yang dimiliki suatu
perusahaan boleh dikatakan sama banyaknya dengan jumlah pegawai yang
dimilikinya. Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan, variasi
citra harus ditekan seminim mungkin dan citra perusahaan secara keseluruhan
harus ditegakkan. (Anggoro, 2008:59-70)
2.4.2.
Penggambaran
Citra
Menurut
Nimoeno citra itu sendiri digambarkan melalui persepsi-kognisi-motivasi-sikap.
Proses-proses psikodinamis yang berlangsung pada individu konsumen berkisar
antara komponen-komponen persepsi, kognisi, motivasi dan sikap konsumen
terhadap produk. Keempat komponen itu diartikan sebagai mental representation
(citra) dari stimulus. Empat komponen tersebut dapat diartikan sebagai berikut
:
1. Persepsi. Diartikan sebagai hasil pengamatan
terhadap unsur lingkungan yang dikaitkan dengan suatu proses pemaknaan. Dengan
kata lain, individu akan memberikan makna terhadap rangsang berdasarkan
pengalamannya mengenai rangsang. Kemampuan mempersepsi itulah yang dapat
melanjutkan proses pembentukan citra.
2. Kognisi. Yaitu suatu keyakinan diri individu
terhadap stimulus. Keyakinan ini akan timbul apabila individu telah mengerti
rangsang tersebut, sehingga individu harus diberikan informasi-informasi yang
cukup yang dapat mempengaruhi perkembangan informasinya.
3. Motif. Adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu guna mencapai
tujuan.
4. Sikap. Adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi,
berpikir dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi atau nilai. Sikap
bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan
cara-cara tertentu. (Soemirat, 2005;115-116)
Seperti
telah disinggung diatas, seorang tokoh populer (public figure) senantiasa
menyandang reputasi yang baik dan sekaligus yang buruk. Kedua macam citra
bersumber dari adanya citra-citra yang berlaku (current image) yang bersifat
negatif dan postif. Sebelumnya juga sudah disebutkan bahwa citra humas yang
ideal adalah kesan yang benar, yakni sepenuhnya berdasarkan pengalaman,
pengetahuan, serta pemahaman atas kenyataan yang sesungguhnya. Itu berarti
citra tidak seyogianya “dipoles agar lebih indah dari warna aslinya”, karena
hal itu justru dapat mengacaukannya. Suatu citra yang sesungguhnya bisa
dimunculkan kapan saja, tremasuk ditengah terjadinya musibah atau sesuatu yang
buruk. Caranya adalah dengan menjelaskan secara jujur apa yang menjadi penyebabnya,
baik itu informasi yang salah atau suatu perilaku yang keliru.
Pemolesan
citra (yang tidak sesuai dengan fakta yang ada) pada dasarnya tidak sesuai
dengan hakikat humas itu sendiri. Kalangan manajemen dan pemasaran, yakni
mereka yang sering membeli dan menyalahgunakan humas sehingga merusakkan nama
baik dunia kehumasan. Acap kali memiliki suatu pemikiran yang keliru
bahwasannya pemolesan citra itu merupakan suatu usaha yang sah-sah saja. Tentu
saja hal ini tidak bisa dibenarkan. Dalam rangka menegakkan kredibilitas humas
maka segala macam usaha pemolesan citra harus dihindari. Kalaupun ada
keuntungan jangka pendeknya maka itu tidak ada artinya dibandingkan dengan
kerugian jangka panjang yang akan ditimbulkannya.
Hal ini
perlu disadari mengingat media massa cenderung mencurigai humas. Mereka
senantiasa begitu kritis untuk memastikan bahwa keterangan-keterangan humas
yang mereka terima memang benar dan sama sekali bebas polesan. Jadi, kita tidak
bisa membenarkan praktek yang sering dilakukan oleh sementara agen periklanan
yang dilandaskan pada pemikiran keliru bahwa usaha memoles citra perusahaan
“demi kepentingan klien” adalah wajar-wajar saja. Praktisi humas yang sejati
tidak akan memiliki pemikiran seperti itu. (Anggoro, 2008:69-70)
2.5.
Tinjauan
Tentang Penerangan
Penerangan artinya menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah “Proses atau cara perbuatan menerangkan atau memberikan
penjelasan terhadap sesuatu hal”. Penerangan biasanya diidentikan dengan orang
yang biasanya "cuap-cuap" dengan mikropon sedang memberikan ceramah
atau informasi, sehinga sering kita dengar di masyarakat istilah Jupen (juru
penerang) yang pada waktu itu merupakan tugas dari departemen penerangan,
dimana profesi ini dianggap tidak semua orang bisa menanganinya, karena harus
mempunyai kualifikasi tertentu (kompetensi), juga harus punya bakat dalam
mengeksplore informasi agar mudah diterima atau dicerna publik (masyarakat).
Seiring perkembangan waktu istilah juru penerangan
mulai jarang terdengar apalagi sejak Departemen Penerangan dilikuidasi pada
masa Presiden Gus Dur. Setelah itu muncul istilah "Humas" (hubungan
masyarakat) yang terdapat pada lembaga-lembaga pemerintah. Humas disini
mempunyai tugas atau fungsi sebagai jembatan penghubung antara institusi atau lembaga
yang diwakili dengan masyarakat (publik), tugas humas adalah menciptakan citra
positif tentang sesuatu, apakah produk, apakah lembaga, apakah manusia untuk
menciptakan sebuah opini yang baik (to create a favorable opinion) tanpa
mempertimbangkan apakah produk/lembaga/manusia itu benar-benar positif (Toeti
Adhitama: 2003:1). Pada prinsipnya intinya sama antara Juru penerang, Humas dan
PR yaitu sebagai jembatan penghubung antara institusi atau lembaga yang
diwakili dengan khalayak atau masyarakat, hanya biasanya aplikasinya berbeda
kalau Jupen/Humas biasanya dipakai oleh lembaga instansi pemerintah sedangkan
PR biasanya lembaga swasta atau perusahaan, pada hakekatnya fungsinya sama
yaitu:
a. Memberikan
penerangan kepada masyarakat.
b. Melakukan
persuasi untuk mengubah sikap dan perbuatan masyarakat secara langsung.
c. Berupaya
untuk mengintegrasikan sikap dan perbuatan suatu organisasi sesuai dengan sikap
dan perbuatan masyarakat atau sebaliknya. Sehingga dapat ditarik kesimpulan
tugas utama (Jupen/Humas/PR) adalah membuat/menciptakan citra yang baik suatu
lembaga/instansi/perusahaan di benak persepsi masyarakat.
2.5.1.
Penerangan
Merupakan Kegiatan Penggalangan
Penerangan
(information) atau penyebaran keterangan (berita) mempunyai tujuan memberikan
perilaku kejelasan kepada pemirsa (audience). Bagaimanapun juga perilaku
seseorang atau masyarakat akan terkena pada saat mendapatkan penerangan baru,
jadi dapat dikatakan bahwa penerangan merupakan komunikasi yang disengaja
(purposeful communication) dan penerangan dapat mempengaruhi perilaku baik
individu maupun masyarakat. Penerangan sebenarnya bukan merupakan fungsi
intelijen, tetapi kegiatan penerangan termasuk dalam katagori kegiatan
penggalangan (pre Conditioning) dan penggalangan itu sendiri merupakan fungsi
dari intellijen, sehingga bisa ditarik garis kesimpulan bahwa penerangan
sebenarnya merupakan bagian kegiatan intellijen. Fungsi penggalangan intelijen
terletak pada fungsi penerangan yang tugas utama menciptakan kondisi khalayak
atau masyarakat agar terpengaruh dengan berita yang kita buat supaya mengikuti
kehendak keinginan kita baik secara langsung maupun tidak, agar semua tindakan
dan aktifitasnya mengikuti keinginan yang kita harapkan.
Penerangan
disini yang dimaksud bisa kita sama artikan dengan istilah
"Propaganda" yang mempunyai pengertian adalah suatu kegiatan yang
direncanakan (planned activity) yang dijabarkan dengan kata (word) atau
tindakan (deed) atau kombinasi dari keduanya, yang mempunyai mak-sud mengubah
suatu sikap (attitude) dengan tujuan mengubah tingkah laku (behavior) secara
sukarela. Jadi tugas propaganda adalah mengubah tingkah laku sedangkan sasaran
utama propaganda adalah sasaran keseluruhan, yakni untuk memperoleh keuntungan
(profit), maka dapat dikatakan propaganda merupakan unsur utama operasi psykologi.
Kegiatan propaganda mencakup semua kehidupan manusia (all work life) dengan
istilah sekarang disebut Social Political Engenering, agar propaganda dapat
berhasil dengan baik, propaganda harus bisa memanfaatkan kelemahan-kelemahan
psikologi yang terdapat dalam suatu Negara, masyarakat, rakyat maupun
perorangan. (Jono Hatmojo, 2003:135-136)
2.6.
Tinjauan
Tentang Pesan
Pesan adalah perintah, nasehat, permintaan, amanat
yang disampaikan lewat orang lain (Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Karakteristik pesan jelas berdampak pada proses
komunikasi, tetapi banyak ahli komunikasi sepakat bahwa “maknanya tergantung
pada orang, bukan kata-kata pesannya”. Observasi ini menghasilkan kesimpulan
bahwa orang berbeda yang menerima pesan yang sama mungkin akan menafsirkannya
secara berbeda, memberikan makna yang beda, dan bereaksi dengan cara yang
berbeda. Bagaimanapun juga, karakteristik pesan dapat menghasilkan efek yang
kuat, walaupun mungkin tidak dapat diterangkan dengan penjelasan berdasarkan
sebab akibat langsung dan sederhana. Seperti ditunjukan lewat gagasan tentang
audien yang keras kepala, efek pesan dimediasi oleh penerima, dan karenanya
menyulitkan pencarian yang berlaku untuk semua situasi komunikasi.
(Cutlip&Center, 2009:228)
2.6.1.
Bentuk
Pesan Informatif
Informative communications adalah suatu
pesan yang disampaikan kepada seseorang atau sejumlah orang tentang hal-hal
baru yang diketahuinya. Teknik ini berdampak kognitif pasalnya komunikan hanya
mengetahui saja. Seperti halnya dalam penyampaian berita dalam media cetak
maupun elektronik, pada teknik informative ini berlaku komunikasi satu arah,
komunikatornya melembaga, pesannya bersifat umum, medianya menimbulkan
keserempakan, serta komunikannya heterogen. Biasanya teknik informatif yang
digunakan oleh media bersifat asosiasi, yaitu dengan cara menumpangkan
penyajian pesan pada objek atau peristiwa yang sedang menarik perhatian
khalayak. Bentuk Pesan Persuasif
Persuasif adalah “suatu tindakan yang berdasarkan segi-segi psychologic, yang
dapat membangkitkan kesadaran individu” (Abdurrachman, 1989:61).
Komunikasi
persuasif bertujuan untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku komunikasi
yang lebih menekankan sisi psikologis komunikasi. Penekanan ini dimaksudkan
untuk mengubah sikap, pendapat, atau perilaku. Tetapi persuasi dilakukan dengan
luwes, halus, yang mengandung sifat-sifat manusiawi sehingga mengakibatkan
kesadaran dan kerelaan yang disertai perasaan senang. Agar komunikasi
persuasive mencapai tujuan dan sasarannya, maka perlu diadakan perencanaan yang
matang dengan mempergunakan komponen-komponen ilmu komunikasi, yaitu
komunikator, pesan, media, dan komunikan. Sehingga dapat terciptanya pikiran,
perasaan dan hasil penginderaannya, treorganisasi secara mantap dan trepadu.
Biasanya teknik ini efektif, komunikan bukan hanya sekedar tahu, tetapi
tergerak hatinya dan menimbulkan perasaan tertentu.
2.7.
Tinjauan
Tentang Media
Media adalah “alat,
sarana komunikasi dalam melakukan sesuatu” (Kamus Besar Bahasa Indonesia 2009).
Media merupakan alat yang digunakan dalam menyampaikan pesan dari komunikator
kepada komunikan. Personal communication dapat dilakukan melalui dua media,
yaitu auditif (lisan) dan visuil (tulisan), dan prosesnya bisa secara langsung
(face to face) dan tidak langsung (person to person). Bila prosesnya berjalan
secara langsung akan memakai saluran-saluran bersifat auditif, sedangkan untuk
person to person dapat menggumakan media yang bersifat auditif ataupun bersifat
visuil”. (Suhandang 1973;127).
2.7.1.
Media
Cetak
Media cetak
merupakan bagian dari media massa yang digunakan dalam penyuluhan. Media cetak
mempunyai karakteristik yang penting. Literatur dalam pertanian dapat di temui
dalam artikel, buku, jurnal, dan majalah secara berulang-ulang terutama untuk
petani yang buta huruf dapat mempelajarinya melalui gambar atau diagram yang
diperlihatkan poster. Media cetak membantu penerimaan informasi untuk mengatur
masukan informasi tersebut. Lebih jauh lagi media cetak dapat di seleksi oleh
pembacanya secara mudah dibandingkan dengan berita melalui radio dan televisi.
2.7.2.
Media
Elektronik
Media Elektronik Media Elektronik adalah
media yang menggunakan elektronik atau energi elektromakanis bagi pengguna
akhir untuk mengakses kontennya. Istilah ini merupakan kontras dari media
statis (terutama media cetak), yang meskipun dihasilkan secara elektronis tapi
tidak membutuhkan elektronik untuk diakses oleh pengguna akhir. Sumber media
elektronik yang familier bagi pengguna umum antara lain adalah rekaman video,
rekaman audio, presentasi multimedia, dan konten daring. Media elektronik dapat
berbentuk analog maupun digital, walaupun media baru pada umumnya berbentuk
digital.
Media
elektronik adalah jenis media massa yang isinya disebarluaskan melaluai suara
atau gambar dan suara dengan menggunakan teknologi elektro, seperti radio,
televisi, dan film.
2.7.3.
Media
Papan Pengumuman
Papan
pengumuman adalah salah satu media komunikasi kelompok yang biasanya ditujukan
untuk target sasaran dalam lingkup tertentu.
Media ini
adalah salah satu media yang paling murah, paling diacuhkan, dan paling
efektif. Apabila ditempatkan dan diawasi secara layak, maka papan pengumuman
akan banyak menarik perhatian orang-orang yang berada dilingkup sekitar dimana
papan itu berada. Apabila sarana ini dijaga bebas dari debu, jamur, dan pemberitahuan
yang sudah tidak berlaku lagi, dimana materinya harus diubah setiap minggu dan
memiliki sistem seperti penunjukkan orang yang bertanggung jawab menjaganya
agar tetap kelihatan rapi dan baru, maka papan pengumuman bisa menjadi media
yang efektif. Pada lingkup perkantoran
papan pengumuman biasanya ditempatkan dimana ia dapat dilihat dan dibaca dengan
baik, yaitu: kamar kecil, disamping lift, dan di kafetaria. Informasi yang
dipasang di papan pengumuman meliputi daftar makanan kafetaria, berita kesejahteraan
masyarakat, pemberitahuan kelompok karyawan, kebijaksanaan dan berita
perusahaan, pemberitahuan hari libur, lowongan kerja, serta informasi tentang
penutupan
BAB
III
KONDISI OBJEKTIF LOKASI
3.1.
Sejarah
Perusahaan
3.1.1.
Riwayat
Singkat Kehutanan Jawa Barat (1945-1978)
Tahun
1947 di Jawa Barat terbentuk Negara Pasundan, dan Instansi kehutan berubah
menjadi De
Dienst van Boswezen van Negara Pasundan yang dipimpin oleh Ir.C.Y.Moel
sampai dengan 1949. Pada tahun itu juga kehutanan mulai disusun secara
federatif. Dan pada pertengahan tahunnya tahunnya dibentuk suatu bagian
yang disebut Planologi Kehutanan yang terpisah dari pengelolaan, dipimpin oleh R.H. Odang
Prawiradiredja sampai tahun 1952.
Pada tahun 1951 terbit Surat Keputusan Jawatan
Kehutanan tertanggal 17 Nopember 1951 Nomor 4212 yang memutuskan bahwa
terhitung 1 September 1951 dibentuk Brigade Planologi di Indonesia dimana
Planologi Kehutanan Jawa Barat ditetapkan sebagai Brigade I Planologi Kehutanan
Jawa Barat yang dipimpin oleh R. Oesman Nandika.
Peraturan Pemerintah Nomor: 20/ 1952
menetapkan Kehutanan di Jawa/ Madura dibagi-bagi menjadi beberapa Inspeksi
Kehutanan Bagian I. Bertindak sebagai inspektur waktu itu adalah
R.Keosnowarso. tetapi tidak lama kemudian diganti M.Saroso.
Pada tahun 1953, Kepala Jawatan Kehutanan
dengan Surat Keputusan Tanggal 1 Oktober 1953 Nomor 17777/KD/1/5 mengukuhkan
susunan organisasi setiap inspeksi, sehingga mempertegas garis komando dan
koordinasi.
Oleh Karena pada tahun 1954 M.Saroso menininggal
dunia, R.Oesman Nandika yang semula menjabat Kepala Brigade I Planologi Jawa
Barat dialih tugaskan menjadi Inspektur Jawatan Kehutanan Bagian I Jawa
Barat dan Kepala Brigade I Planologi Kehutan dijabat oleh Adang Durachman.
Pada tahun 1957 terbit Peraturan
Pemerintah Nomor 64/1975 menetapkan penyerahan sebagian dari urusan Pemerintah
Pusat di Lapangan Perikanan Laut, Kehutanan dan Karet Rakyat pada daerah-daerah
Swatantra Tingkat I. Maka berubahlah status Inspeksi Kehutanan Bagian I
Jawa Barat menjadi Dinas Kehutanan Propinsi Daerah Swatantra Tingkat I Jawa
Barat. R.Oesman Nandika selaku Kepala Dinas pertama menduduki jabatan itu
sampai masa pensiunnya tahun 1964, digantikan oleh Adang Durahman sampai tahun
1971.
Pada awal tahun 1978 status Dinas
Kehutanan Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat berubah menjadi Unit III Perum
Perhutani Jawa Barat dengan Kepala Unit yang Pertama bernama Ir.Suherman
Buhron.
Pada waktu yang sama, Brigade Planologi
Kehutanan Jawa Barat pun dilebur kedalam Perum Perhutani menjadi Biro
Perencanaan Unit III Perum Perhutani Jawa Barat dan Banten.
3.1.2.
Sejarah Perhutani
Sejarah pengelolaan hutan di Jawa dan
Madura, secara modern-institusional dimulai pada tahun 1897 dengan
dikeluarkannya “Reglement voor het beheer der bosschen van den Lande op Java en
Madoera”, Staatsblad 1897 nomor 61 (disingkat “Bosreglement”) selain itu terbit
pula “Reglement voor den dienst van het Boschwezen op Java en Madoera”
(disingkat “Dienst Reglement”) yang menetapkan aturan tentang organisasi Jawatan
Kehutanan, dimana dibentuk Jawatan Kehutanan dengan Gouvernement Besluit
(Keputusan Pemerintah) tanggal 9 Februari 1897 nomor 21, termuat dalam Bijblad
5164. Hutan-hutan Jati di Jawa mulai diurus dengan baik, dengan dimulainya
afbakening (pemancangan), pengukuran, pemetaan dan tata hutan.
Pada tahun 1913 ditetapkan reglement baru
yaitu “Reglement voor het beheer der bosschen van den Lande op Java en
Madoera”, Staatsblad 1913 nomor 495, yang didalamnya mengatur tentang
“eksploitasi sendiri (eigen beheer) atau penebangan borong (door particuliere
aannemer)”.
Pada tahun 1930, pengelolaan hutan Jati
diserahkan kepada badan “Djatibedrijf” atau perusahaan hutan Jati dari
Pemerintah (Jawatan Kehutanan). Perusahaan hutan Jati tersebut tidak berdiri
lama, pada tahun 1938 oleh Directeur
van Financien (Direktur Keuangan Pemerintahan Hindia
Belanda) bahwa perusahaan yang bertujuan komersiil sebulat-bulatnya harus
dihentikan, karena alasan-alasan berikut:
a.
Pemerintah, yang
diwakili oleh Jawatan Kehutanan, tidak hanya berkewajiban memprodusir dan
menjadikan uang dari hasil kayu Jati saja, tetapi Jawatan Kehutanan bertugas
pula memelihara hutan-hutan yang tidak langsung memberi keuntungan kepada
Pemerintah. Yang dimaksud dengan hutan-hutan di atas, ialah hutan-hutan lindung,
yang memakan amat banyak biaya sedang hasil langsung tidak ada atau sangat
sedikit;
b.
Perusahaan hutan Jati
sebagai badan swasta atau perusahaan kayu perseorangan, menganggap hutan Jati
kepunyaan Pemerintah sebagai modal yang tidak dinilai atau tidak diberi harga
(sukar untuk menetapkan harga tanah dan kayu dari hutan Jati seluas 770.000
hektar), akan tetapi menggunakan hutan Jati itu sebagai obyek eksploitasi saja
dan tidak mempengaruhi atau mengakibatkan kerugian suatu apapun kepada tanah
dan hutan Jati milik Pemerintah yang diwakili oleh Jawatan Kehutanan, dipandang
dari sudut hukum perusahaan, tindakan seperti di atas tidaklah benar.
Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia
tanggal 17 Agustus 1945 dan berdirinya Negara Indonesia tanggal 18 Agustus 1945,
hak, kewajiban, tanggung-jawab dan kewenangan pengelolaan hutan di Jawa dan
Madura oleh Jawatan Kehutanan Hindia Belanda q.q. den Dienst van het
Boschwezen, dilimpahkan secara peralihan kelembagaan kepada Jawatan Kehutanan
Republik Indonesia berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia yang berbunyi: “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama
belum diadakan yang baru menurut undang-undang dasar ini.”
Untuk mewujudkan perubahan status Jawatan
Kehutanan menjadi Perusahaan Negara, Pemerintah mengeluarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 17 sampai dengan Nomor 30, tahun 1961, tentang ”Pembentukan
Perusahaan-Perusahaan Kehutanan Negara (PERHUTANI)”. Pada tahun 1961 tersebut,
atas dasar Undang-Undang Nomor 19 tahun 1960 tentang Perusahaan Negara, maka
masing-masing dengan :
- Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961; didirikan Badan Pimpinan Umum (BPU) Perusahaan Kehutanan Negara, disingkat ”BPU Perhutani”, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 38, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2172.
- Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961; didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Timur disingkat PN Perhutani Djawa Timur, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 39, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2173.
- Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1961; yang ditetapkan dan diundangkan pada tanggal 29 Maret 1961, dan berlaku surut sejak tanggal 1 Januari 1961 didirikan Perusahaan Kehutanan Negara Djawa Tengah disingkat PN Perhutani Djawa Tengah, termuat dalam Lembaran Negara tahun 1961 nomor 40, penjelasannya termuat dalam Tambahan Lembaran Negara No. 2174.
- Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1963 tentang Penyerahan Pengusahaan Hutan-hutan Tertentu kepada Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara.diserahkan pengusahaan hutan-hutan tertentu yang ditunjuk oleh Menteri Pertanian dan Agraria kepada Perusahaan-perusahaan Kehutanan Negara, selanjutnya disingkat ”Perhutani”.
Presiden Direktur BPU Perhutani, Anda
Ganda Hidajat, pada forum Konperensi Dinas Instansi-instansi Kehutanan tanggal
4 s/d 9 November 1963 di Bogor, dalam prasarannya berjudul: “Realisasi
Perhutani”, pada halaman 2 menulis bahwa:
“Dalam pelaksanaan UU No. 19 Tahun 1960 tentang Pendirian
Perusahaan-perusahaan Negara didirikanlah BPU Perhutani di Jakarta berdasarkan
PP No.17 tahun 1961, sedangkan pengangkatan Direksinya yang pertama dilakukan
pada tanggal 19 Mei 1961 dengan Surat Keputusan Presiden R.I. No. 210/1961.
Adapun Perhutani - Perhutani Daerah yang telah direalisir berdirinya
hingga sekarang barulah :
a. Perhutani Djawa Timur pada
tanggal 1 Oktober 1961;
b. Perhutani Djawa Tengah pada
tanggal 1 Nopember 1961;
c. Perhutani Kalimantan Timur
pada tanggal 1 Djanuari 1962;
d. Perhutani Kalimantan
Selatan pada tanggal 1 Djanuari 1962;
e. Perhutani Kalimantan Tengah
pada tanggal 1 April 1963”.
Dasar Hukum Perum Perhutani sebagaimana
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1972 juncto Peraturan
Pemerintah Nomor 2 Tahun 1978, kemudian disempurnakan/diganti berturut-turut
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1986, Peraturan Pemerintah Nomor 53
Tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2001, dan terakhir dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2003. Saat ini pengelolaan perusahaan Perum
Perhutani dilaksanakan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2010.
3.1.3.
Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)
Bandung Selatan
Perum Perhutani KPH Bandung Selatan
sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dibidang kehuatan dengan
wilayah kerjanya mencakup kawasan hutan seluas 55.446,75 ha, yang membentang
sepanjang wilayah selatan Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bandung Barat.
Menurut letak geografis terletak di 10005’ – 106o22’ BT
dan 06000’ – 07019’ LS.
KPH Bandung Selatan berada pada wilayah administrative Kabupaten
Bandung dan Kabupaten Bandung Barat, dibagi menjadi Sembilan (9) Bagian
Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) yaitu : Tambakruyung Barat, Tambakruyung
Timur, Gunung Halu, Cililin, Rajamandala, Ciwidey, Banjaran, Ciparay dan
Pangalengan.
Kawasan
hutan KPH Bandung Selatan merupakan daerah penyangga DAS (Daerah Aliran
Sungai) Citarum dan DAS cipandak sehingga mempunyai fungsi konservasi yang
sangat penting sebagai penyupali air untuk Waduk Saguling, Cirata, dan
Jatiluhur.
Disekitar kawasan hutan KPH Bandung
Selatan terdapat 111 Desa dan 24 Kecamatan, dimana desa-desa tersebut umumnya
memiliki karakteristik :
1.
Kepadatan pendudukan
terus bertambah dan rasio kepemilikan lahan rendah.
2.
Kehidupan
masyarakatnya sangat beragntung pada hutan, dengan budaya bercocok tanam.
3.
System ekonomi yang
berbasis lahan dan kurang berkembang, dimana masyarakat pada umumnya tidak
mempunyai keterampilan selain bertani.
Kondisi tersebut sangat berpengaruh
terhadap tingginya tekanan social pada kawasan hutan. Dan dipicu oleh
factor-faktor pergolakan social ekonomi nasional beberapa waktu yang alalu,
menyebabkan tingginya angka gangguan hutan KPH Bandung Selatan.
3.2.
Visi, Misi Dan Budaya Perusahaan
3.2.1.
Visi
Menjadi
pengelola hutan lestari untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
3.2.2.
Misi
1.
Mengelola
sumberdaya hutan dengan prinsip pengelolaan lestari berdasarkan karakteristik
wilayah dan daya dukung Daerah Aliran Sungai, meningkatkan manfaat hasil hutan
kayu dan bukan kayu, ekowisata, jasa lingkunga, agroforestry serta potensi
usaha berbasis kehutanan lainnya guna menghasilkan keuntungan untuk menjamin
pertumbuhan perusahaan berkelanjutan.
2.
Membangun
dan mengembangkan perusahaan, organisasi serta sumberdaya manusia perusahaan
yang modern, profesional dan handal, memberdayakan masyarakat desa hutan
melalui pengembangan lembaga perekonomian koperasi masyarakat desa hutan atau
koperasi petani hutan.
3.
Mendukung
dan turut berperan serta dalam pembangunan wilayah secara regional, serta
memberikan kontribusi secara aktif dalam penyelesaian masalah lingkungan
regional, nasional dan internasional.
3.2.3.
Budaya
Perusahaan
Budaya
perusahaan merupakan nilai dan falsafah yang telah disepakati dan diyakini oleh
seluruh insan Perhutani sebagai landasan dan acuan bagi Perhutani untuk
mencapai tujuan. Perhutani mendefinisikan budaya perusahaan dalam 8 nilai yang
disingkat BERMAKNA yang dijabarkan
dalam perilaku utama perusahaan yaitu:
·
Berkelanjutan
Selalu melakukan pengembangan dan penyempurnaan terus menerus, dan belajar
hal-hal yang baru untuk memperbaruhi keadaan serta berorientasi jangka panjang.
·
Ekselen
Selalu memperlihatkan gairah keunggulan dan berusaha keras untuk hasil yang
terbaik, sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan sehingga tercapai kepuasan
seluruh pemangku kepentingan (stakeholders)
·
Responsibilitas
Selalu menggunakan penalaran (logika berpikir) dalam mempertimbangkan
untung dan rugi, memiliki kesadaran diri yang utuh dalam bertindak,
mengembangkan imajinasi untuk antisipasi dan selalu mendengarkan suara hati
dalam mengambil setiap keputusan yang dilambil.
·
Matang
Selalu bersikap dewasa dan memiliki keberanian untuk menyampai-kan pendapat
ataupun keyakinannya dengan mempertimbangkan pendapat /perasaan orang lain,
serta dapat menanggapi maupun memecahkan permasalahan secara bijaksana.
·
Akuntabilitas
Selalu
mengutamakan data dan fakta dalam melaksanakan setiap pekerjaan.
·
Kerja sama
tim
Selalu mengutamakan kerja sama tim, agar mampu menghasilkan sinergi optimal
bagi perusahaan.
·
Nilai
Tambah
Selalu menghargai kreativitas dan melakukan inovasi, senantiasa belajar
untuk mendapatkan cara baru dan hasil yang lebih baik.
·
Agilitas
Selalu tanggap dan beradaptasi dengan cepat dalam menghadapi perubahanserta
melihat perubahan sebagai peluang untuk mencapai sukses di arena persaingan
pasar global.
3.3.
Stuktur Organisasi Perum Perhutani